Kalau mendengar kata Naga, mungkin yang ada di pikiran kita adalah hewan berukuran raksasa dengan sayap yang sering muncul dalam mitos negara-negara Eropa, atau ular berukuran besar yang dapat terbang dari legenda Tiongkok. Namun ternyata, legenda naga juga ada di Indonesia, tepatnya di Bali. Selain terkenal dengan pemandangannya yang indah serta resort bali yang nyaman, ternyata Bali juga memiliki legenda tentang Naga yang sudah ada sejak zaman dulu. Salah satunya adalah legenda terbentuknya Selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dan Pulai Bali. Berikut kisahnya:

Asal Usul Selat Bali (Manik Angkeran dan Naga Besukih)

Alkisah pada jaman dahulu kala di Jawa Timur, hiduplah seorang Brahmana yang sangat sakti bernama Sidi Mantra. Ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Manik Angkeran yang gemar berjudi. Kegemarannya yang buruk ini tentunya tidak berakhir mulus karena ia selalu kalah berjudi dan dikejar-kejar penagih hutang. Karena kasihan dan sangat sayang kepada anaknya, Sidi Mantra pun bertapa ke Gunung Agung untuk meminta bantuan kepada Naga Besakih yang dipercaya tinggal di Gunung Agung.

Sejarah Selat Bali-Naga Besakih

Sejarah Selat Bali-Naga Besakih

Sambil membaca mantra-mantra, ia memukul-mukul genta yang dibawanya hingga sang Naga pun keluar dari sarangnya. Sidi Mantra pun menceritakan kondisi anaknya dan meminta bantuan pada sang Naga. Naga Besakih pun merasa iba pada Sidi Mantra, ia kemudian bersedia membantunya dengan memberikan emas dan intan dari sisik-sisik di ekornya. Namun ia memberikan pesan pada Sidi Mantra agar menasihati anaknya untuk berhenti bermain judi.

Setelah sampai di rumahnya, Sidi Mantra pun memberikan semua emas dan intan pada Manik Angkeran sambil menasehatinya untuk tidak berjudi lagi. Namun, Manik Angkeran kembali berjudi dan terlilit hutang yang besar. Ia pun kembali meminta bantuan pada ayahnya, tapi ditolak oleh ayahnya. Karena putus asa, Manik Angkeran pun akhirnya mengambil genta Sidi Mantra dan pergi ke Gunung Agung, setelah mengetahui tentang Naga yang tinggal di gunung tersebut.

Sesampainya di sana, ia pun memukul-mukul genta sampai sang Naga keluar. Terkejutlah ia menemukan naga yang sangat besar di hadapannya. Naga Besakih yang langsung mengenali Manik Angkeran pun marah karena mengetahui ia mencuri genta ayahnya. Namun hatinya luluh saat mendengar cerita Manik Angkeran, dank arena masih memandang persahabatannya dengan Sidi Mantra, Naga Besakih akhirnya bersedia membantu Manik Angkeran. Naga Besakih pun kembali ke sarangnya untuk mengambil emas dan intan untuk diberikan padanya.

Saat berbalik ke sarang itulah, Manik Angkeran melihat  bagian ekor Naga Besakih yang dipenuhi dengan emas dan intan. Buta oleh rasa tamak, ia pun memotong ekor Naga Besakih dengan cepat dan segera melarikan diri. Naga Besakih yang kesakitan dan marah pun mengejar Manik Angkeran. Ia pun kemudian menyemburkan api ke jejak kaki yang ditinggalkan oleh Manik Angkeran, yang kemudian ikut membakar tubuh Manik Angkeran hingga menjadi abu.

Sidi Mantra yang menyadari anaknya hilang kemudian mencarinya hingga akhirnya ia menemukan genta miliknya di depan sarang Naga Besakih. Ketika mengetahui anaknya telah menjadi abu, ia pun memohon agar anaknya bisa dihidupkan kembali. Naga Besakih bersedia mengbulkan permohonannya, namun dengan satu syarat, Sidi Mantra harus bisa menyambungkan kembali ekornya. Sidi Mantra pun menyanggupi syarat tersebut. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra berhasil menyambungkan ekor sang naga, dan Naga Besakih pun menghidupkan kembali Manik Angkeran yang bertobat dan berjanji untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.

Meski telah dihidupkan kembali namun, Sidi Mantra merasa bahwa Manik Angkeran dan dirinya tidak bisa lagi tinggal bersama. Ia pun menyuruh Manik Angkeran untuk tetap tinggal dan mengabdi di Gunung Agung. Saat perjalanan pulang, Sidi Mantra pun menancapkan tongkatnya dan membaca mantra yang membuat air memenuhi daerah tersebut hingga akhirnya terbentuk selat Bali yang memisahkan antara pulau Bali dan pulau Jawa. (raw)