Garda terdepan masyarakat, itulah para dokter hebat di Indonesia selama masa pandemi ini. Mereka mengorbankan kehidupan pribadinya demi melayani pasien-pasien covid yang tidak terhitung jumlahnya. Di antara dokter-dokter tersebut, terdapat perempuan hebat yang berperan ganda, sebagai Ibu yang penuh kasih dan sebagai dokter yang berhati kuat. Namun, tidak sedikit pula di antara mereka yang gugur selama bertugas, meninggalkan suami dan anak yang menunggu kepulangan mereka.
Namun, tahukah Anda pada masa Hindia Belanda, jarang sekali ditemukan perempuan yang berprofesi sebagai dokter? Ialah Mari Thomas, seorang tokoh perempuan yang aktif di bidang kesehatan masyarakat Indonsia, dan berhasil menjadi perempuan Indonesia pertama yang menjadi dokter. Marie Thomas lahir di Likupang, Sulawesi Utara, pada 17 Februari 1896 dari pasangan seorang pegawai negeri di masa kolonial Belanda, bernama Adriaan Thomas dan Nicolina Maramis. Karena ayahnya mempunyai karir di bidang militer, ia dan keluarganya harus sering berpindah ke berbagai daerah di Indonesia.
Pendidikan awal Marie yaitu di sekolah desa selama tiga tahun yang hanya paham baca tulis. Saat tinggal di Yogyakarta, ia lulus dari Meisjesschool (sekolah gadis) tahun 1912. Kemudian, baru melanjutkan pendidikan ke School tot Opleiding van Indische Artsen atau dikenal dengan sebutan STOVIA, yaitu Sekolah Dokter Hindia Belanda atau Sekolah Dokter Jawa di Batavia. Pada awalnya, STOVIA tidak menerima seorang murid perempuan. Namun, berkat seorang dokter perempuan pertama di Belanda yang bernama Aletta Jacobs dengan mendesak Gubernur-Jenderal A.W.F. Idenburg, Marie akhirnya diterima sebagai murid di STOVIA.
Masalah lain muncul, Marie harus membayar biaya studinya sendiri di STOVIA karena perempuan tidak bisa dipekerjakan di Layanan Kesehatan Sipil (Burgerlijke Geneeskundige Dienst). Akhirnya, Marie mendapatkan dukungan dari yayasan SOVIA yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan untuk menggalang dana khusus perempuan yang ingin belajar pendidikan dokter Hindia. Salah satu pendirinya adalah saudara perempuan Aletta, bernama Charlotte Jacobs. Ia merupakan wanita pertama yang memperoleh gelar farmakologi di Belanda.
Marie masuk STOVIA pada bulan September 1912 di antara sekitar 200 siswa laki-laki. Ia dinyatakan lulus pada 26 April 1922 sebagai dokter spesialis bidang kebidanan dan ginekologi. Setiap dokter yang lulus dari STOVIA, wajib menjalani ikatan dinas selama 10 tahun. Setelah lulus, Marie ditugaskan di Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ), kini bernama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo. Setelahnya, ia bertugas di Manado, Medan, dan Bukittinggi. Saat itu, masyarakat lebih banyak memilih dukun dari pada dokter. Namun, dengan kegigihannya ia terus melayani masyarakat yang membutuhkan sampai pada akhirnya mulai banyak yang percaya pada dokter.
Pada tahun 1929, Marie menikah dengan seorang dokter bernama Mohammad Joesoef. Saat kembali ke Jakarta, Marie menjadi anggota partai Persatuan Minahasa bersama dengan Sam Ratulangi. Pada akhirnya, ia dan suami menetap di Bukittinggi lalu mendirikan sekolah kebidanan pertama di Sumatera. Marie Thomas wafat di Bukittinggi pada 10 Oktober 1966. Ia merupakan pembuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, khususnya bidang kedokteran.